Entri Populer

Selasa, 30 November 2010

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM INTEGUMEN

Anatomi dan Fisiologi Integumen
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.


Gambar I. Anatomi Integumen

Kulit tersusun dari tida apisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.
• Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Fungsi epidermis adalah proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.
3. Stratum Granulosum. Mengandung protein kaya akan histidin.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. pidermis diperbaharui setiap 28 hari. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

• Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang, dan lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan respon inflamasi.
• Jaringan Subkutan
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis /hipodermis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori.

Fungsi Kulit
Brunner dan Suddarth (2002) membagi fungsi kulit ke dalam enam fungsi, yaitu fungsi perlindungan, fungsi sensibilitas, fungsi keseimbangan air, fungsi pengatur suhu, dan fungsi prodeksi vitamin.
• Perlindungan
Kulit memberikan perlindungan invasi bakteri dan benda asing lainnya. Bagian sternum korneum epidermis meripakan barrier yang paling efektif terhadap berbagai faktor lingkungan, seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angin, dan trauma. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan lewat jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastic dan kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit.
• Sensibilitas
Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap stimuli yang berbeda.
• Keseimbangan Air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air sehingga lapisan tersebut dapat mencegah kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Selain itu, kulit juga akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat menimbun air tiga sampai empat kali berat normalnya.
• Pengatur Suhu
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai proses metabolisme makanan yang memproduksi energi. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan, yaitu radiasi (perpindahan panas ke banda lain yang suhunya lebih panas), konduksi (pemindahan panas dari tubh ke benda lain yang lebih dingin), dan konveksi (pergerakkan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh). Dalam kondisi normal, produk panas dari metabolism akan diimbangi oleh kehilangan panas, dan suhu internal tubuh akan dipertahankan agar tetap konstan pada suhu kurang-lebih 37oC. Pengeluaran keringat merupakan proses lainnya yang digunakan tubuh untuk mengatur laju kehiangan panas. Pada hawa lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1 L/jam. Dalam keadaan tertentu, misalnya pada stress emosional, perspirasi dapat terjadi secara refleks dan tidak ada hubungannya dengan keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh.
• Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang menyebabkan deformitas tulang (Morton, 1993 dalam Brunner and Suddarth, 2002).
• Fungsi Respons Imun
Hasil-hasil penelitian terakhir (Nicholoff, 1993 dalam Brunner dan Suddarth, 2002) menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans, IL-1 yang memproduksi keratinosit, dan sub kelompok limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun.

Pemeriksaan Fisik
Teknik pengkajian penting untuk mengevaluasi integumen yang mencakup teknik inspeksi dan palpasi.
Inspeksi
1. Warna / adanya perubahan pigmentasi
Warna kulit di setiap bagian seharusnya sama, kecuali jika ada peningkatan vaskularisasi. Variasi normal warna kulit antara lain:
Variasi normal Deskripsi
1. Tahi lalat Kecoklatan – coklat tua, bisa datar atau sedikit menonjol
2. Stretch mark (striae) Keputihan atau pink, dapat disebabkan karena berat yang berlebih atau kehamilan.
3. Freckles (bintik-bintik di tubuh) Datar dimanapun bagian tubuh.
4. Vitiligo Area kulit tak terpigmentasi, prevalensi lebih pada orang kulit gelap.
5. Tanda lahir Umumnya datar, warnanya bisa kecoklatan, merah, atau coklat.

Warna kulit yang abnormal yaitu kekuningan atau jaudis. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya kelainan fungsi hati atau hemolisis sel darah merah. Pada orang berkulit gelap, jaundis terlihat sebagai warna kuning-hijau pada sklera, telapak tangan, dna kaki. Pada orang berkulit cerah, jaundis terlihat berwarna kuning pada kulit, sklera, bibir, palatum, dan dibawah lidah.
Warna kulit abnormal lainnya yaitu eritema. Eritema dimanifestasikan sebagai kemerahan pada orang berkulit cerah dan coklat atau ungu pada orang berkulit gelap. Hal ini mengindikasikan peningkatan temperatur kulit karena inflamasi (proses vaskularisasi jaringan).

2. Adanya lesi
Lesi pada kulit dideskripsikan dengan warnanya, bentuk, ukuran, dan penampilan umum. Selain itu batas luka apakah luka datar, menonjol juga harus dicatat.
Tipe Lesi Kulit Deskripsi
Blister Adanya cairan – vesikel terisi atau bullae
Bulla Blister lebih dari 1 cm.
komedo Karena dilatasi pori-pori
Crust (kerak) Eksudat kering yang merusak epitel kulit,
Cyst (kista) Semisolid atau masa berisi cairan, enkapsulasi pada lapisan kulit yang lebih dalam.
Deskuamasi Peluruhan atau hilangnya debris pada permukaan kulit.
Erosi Kehilangan epidermis, dapat dikaitakan dengan vesikel, bulae, atau pustula.
Eksoriasi Erosi epidermal n=biasanya karena peregangan kulit.
Fissura Retak pada epidermis biasanya sampai ke dermis
Makula Area datar pada kulit dengan diskolorisasi, diameter kurang dari 5 mm.
Nodul Solid, peningkatan lesi atau masa, diameter 5 mm- 5 cm
Papula Solid, peningkatan lesi dengan diameter kurang dari 5 mm
Plaque Timbul, lesi datar diameter lebih besar dari 5 mm
Pustula Papula berisi eksudat purulen
Scale Debris kulit pada permukaan epidermis
Tumor Masa padat, diameter lebih besar dari 5 cm, biasanya berlanjut ke dermis.
Ulserasi Kehilangan epidermis, berlanjut sampai dermis atau lebih dalam.
Urticaria Timbul wheal– seperti lesi berhubungan dengan reaksi makanan dan obat.
Vesikel Lesi terisi sedikit cairan, diameter kurang dari 1 cm
Wheal Transient, timbul, pink, tidak rata dengan edema disekitarnya.
Tabel Jenis-Jenis Lesi

Lesi vaskular mencakup petekie, purpura dan ekimosis (berdasarkan ukurannya).
Petekie
Purpura
Ekimosis



3. Adanya ruam
Munculnya ruam kulit mengindikasikan adanya infeksi atau reaksi obat. Beberapa jenis ruam dapat dilihat pada tabel diatas. Keberadaan ruam berhubungan dengan perubahan farmako terapi yang penting untuk membantu identifikasi adanya reaksi hipersensitivitas alergi. Perkembangan urtikaria terjadi karena adanya reaksi obat atau makanan. Infeksi kulit dapat disebabkan oleh jamur atau ragi. Misalnya infeksi oleh Candida Albicans yang meninvasi jaringan yang lebih dalam.


4. Kondisi rambut
Kuantitas, kualitas, distribusi rambut perlu di catat. Kulit kepala seharusnya elastis dan terdistribusi rambut merata. Alopesia berhubungan dengan adanya kehilangan rambut dan menyebar, merata, dan lengkap, biasanya dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi. Hirsutism atau meningkatnya pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, atau pubis merupakan salah satu penemuan abnormal. Hal ini dapat ditemukan pada wanita menopause, gangguan endokrin, dan terapi obat tertentu (kortikosteroid, androgenik).

5. Kondisi kuku
Kuku seharusnya berwarna pink dengan vaskularisasi yang baik dan dapat dilakukan tes kapilari refil. Kuku yang membiru dan keunguan dapat mengindikasikan terjadinya sianosis. Jika warnanya pucat, bisa saja terjadi penurunan aliran darah ke perifer. Ketika ditemukan adanya clubbing, sudut kuku ≥180°, mengindikasikan adanya hipoksia kronik.
Terry’s nail pada sirosis, gagal jantung, dan DM tipe II.
Kuku berwarna keputihan dengan bagian distal berwarna coklat kemerahan gelap. Koilonychias  anemia  defisiensi zat besi.

adanya garis –garis tipis pada kuku  defisiensi protein. adanya spot putih pada kuku defisiensi zinc.

6. Bau  catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan, berhubungan erat dengan kualitas perawatan diri klien.

Palpasi
1. Tekstur palpasi kelembutan permukaan kulit. Kulit kasar terjadi pada pasien hipitiroidisme.
2. Kelembaban
Dideskripsikan dengan kering, berminyak, berkeringat, atau lembab. Kulit berminyak dengan jerawat dan dengan peningkatan aktivitas kelenjar minyak dna pada penyakit parkinson. Diaforesis sebagai respon meningkatnya suhu atau melabolisme tubuh. Hiperhidrosis istilah terhadap perspirasi berlebihan.
3. Temperatur
4. Mobilitas dan turgor
Ketika mengkaji secara terpusat, diatas klavikula, kulit seharusnya mudah untuk dicubit, dan cepat kembali ke posisi awal. Mobilitas kulit menurun pada scleroderma atau pada pasien dengan peningkatan edema. Turgor kulit menurun pada pasien dehidrasi.
5. Edema  nonpitting atau pitting edema
Nonpitting edema, tidak terdepresi dengan palpasi, terlihat pada pasien dengan respon inflamasi lokal dan disebabkan oleh kerusakan endotel kapiler. Kulit terlihat merah, keras, dan hangat.
Pitting edema biasanya pada kulit ekstremitas dan dapat menimbulakan depresi ketika dilakukan palpasi.
Skala (1+ to 4+) Pengukuran Deskripsi Waktu kembali
1/4 2 mm Nyaris dapat terdeteksi Segera
2/4 4 mm Pitting Lebih dalam Beberapa detik
3/4 6 mm Pitting dalam 10-20 detik
4+/4 10 mm Sangat dalam >20 detik
Tabel Skala Pitting Edema

Pengkajian kulit pada lansia
• Terjadi kehilangan jaringan lemak bawah kulit dan penurunan vaskularisasi lapisan dermis memicu penipisan kulit, keriput, kehilangan turgor kulit dan actinic purpura.
• Terpapar matahari dalam waktu lama memicu kulit menguning dan menebal dan perkembangan solar lentigo.
• Menurunnya aktivitas kelenjar sebase dan kelenjar keringat memicu pengelupasan kulit dan kekeringan.
• Menurunnya melanin menyebabkan rambut menjadi abu-abu – putih.
• Menurunnya kadar hormon menyebabkan penipisan rambut kepala.
• Penurunan sirkulasi perifer menyebabkan pertumbuhan yang lambat pada kuku dan kuku menjadi rapuh

Referensi:
Davenport, Joan. Patient Assessment:Integumentary System Chapter 51. http://connectiondev.lww.com/Products/morton/documents/pdfs/morton_ch51.pdf (diunduh pada 28 November 2010)
__________. Physical Assessment - Chapter 2 Integumentary System. http://nursinglink.monster.com/training/articles/297-physical-assessment---chapter-2-integumentary-system

Jumat, 12 November 2010

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Pemeriksaan neurologi adalah pengkajian dari respon saraf sensorik dan motorik khususnya refleks, untuk menentukan apakah ada gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai alat skrining dan investigasi adanya ketidaknormalan. Pemeriksaan neurologi meliputi 7 bagian yaitu pemeriksaan status mental, test saraf kranial, pemeriksaan sensasi (sensori), sistem motorik, pemeriksaan refleks tendon dalam, pemeriksaan koordinasi, dan test khusus. Alat- alat yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ini antara lain:

• Reflex Hammer
• 128 and 512 (or 1024) Hz Tuning Forks
• A Snellen Eye Chart atau Pocket Vision Card
• Pen Light atau Otoscope
• Wooden Handled Cotton Swabs
• Klip kertas


Inspeksi dan observasi
Pemeriksaan diawali dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Pada saat berkenalan dan berbincang-bincang, observasi bagaimana klien berbicara, duduk, berjalan, ekspresi wajah, dan caranya berinteraksi sosial. Dari proses awal ini pemeriksa dapat melihat keabnormalan dan diagnosis awal pada klien.
A. Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental dilakukan dengan mendesain suatu pertanyaan sederhana yang dapat diajukan untuk mengecek kemampuan kognitifnya. Pemeriksaan ini meliputi:
- Status kesadaran (kewaspadaan dan responsif terhadap lingkungan dan sensasi)
- Penampilan dan perilaku secara umum
- Mood
- Isi pikiran
- Sumber intelektual (orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, kemampuan untuk memberi perhatian, ingatan, memutuskan, fungsi bahasa dan bicara, dan kapasitas intelektual)
Klien diminta untuk mengingat objek yang telah dicatat, mengulang kalimat, menyelesaikan soal matematika sederhana, meniru gambar tiga dimensi, dan menggambar jam. Ketika mengetes fungsi bahasa dan bicara, pemeriksa mendengar setiap kata yang diucapkan, kelancarannya, kemampuan klien mengerti dan memahami perintah, serta kemmapuan membaca dan menulis.


B. Saraf Kranial

http://www.web-books.com/eLibrary/Medicine/Physiology/Nervous/cranial_nerves.jpg
Observasi adanya:
• Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal seperti mata normal ketika memandang lurus ke depan. Kelainan pada saraf ke III.
• Facial Droop or Asymmetry : kelumpuhan otot wajah karena trauma, infeksi, atau pengangkatan tumor di dekat atau pada saraf wajah. (VII)
• Hoarse Voice (X)
• Articulation of Words (V, VII, X, XII)
• Abnormal Eye Position (III, IV, VI)
• Abnormal or Asymmetrical Pupils (II, III)
Saraf Olfaktori (I)
Teknik pemeriksaan Respon Normal Respon Abnormal
- Stimulus tidak yang mengiritasi.
- Tes salah satu nostril dan yang lainnya ditutup.
- Pasien tidak melihat stimulus - Dapat menerima dan merespon bau. - Kehilangan sebagian fungsi mungkin untuk menjadi signifikan dan mengimplikasikan lesi struktur otak yang mempengaruhi jalur olfaktori.
- Kehilangan bilateral dapat terjadi dengan rinitis.
Saraf Optik (II)
a. Visual acuity
Teknik pemeriksaan:
- Setiap mata dites bergantian
- Setiap orang dengan ketidaktepatan visual acuity, kurang dari 20/20 seharusnya diperiksa dengan pinhole.
- Jarak test dengan snellen 10-20 kaki atau 6 meter atau menggunakan near vision card berjarak 14 inchi.
- Pasien diinstruksikan untuk membaca secara progresif pada garis yang lebih kecil sampai tidak terlihat
Respon normal: Sebagian besar anak muda mamiliki kemmapuan visual 20/20
b. Lapang pandang
Teknik Pemeriksaan Respon normal
- Jarak pemeriksa sekitar 1 m.
- Sarankan pasien melihat mata pemeriksa untuk monokular test.
- Objek (jari dari samping)mata pemeriksa, pasien diminta menyebutkan pertama kali ia melihat objek. - Lapang pandang normal monokular sekitar 100 derajat samping 60 derajat tengahsuperior, dan 75 derajat inferior.
c. Reaksi pupil terhadap cahaya
- Matikan lampu jika perlu
- Minta pasien untuk melihat ke satu sisi depan
- Sinari setiap pupil dari samping
- Lihat respon pupil langsung dan konsensual.
- Hitung ukuran pupil dan kesimetrisannya
- Jika abnormal, lanjutkan dengan test untuk akomodasi.

Saraf Oculomotor(III), Trochlear (IV), Abducens (VI)
Teknik pemeriksaan
 Pemeriksa menempatkan dirinya sekitar 1 meter dari pasien.
 Minta pasien untuk melihat setiap sisi,atas, bawah, membentuk pola ‘H’.
 Minta pasien mengikuti target misalnya jari pemeriksa dengan matanya tanpa menggerakkan kepala.
 Hentikan sejenak setiap akhir perintah untuk mengobservasi nistagmus.

Saraf Trigeminal (V)
Saraf kelima ini terdiri dari tiga sensori (V1, V2 and V3) dan komponen motorik V3. Sensasi dites dengan sentuhan ringan dengan kapas, suhu dengan garpu tala dingin dan nyeri dengan jarum.
Teknik Pemeriksaan: sentuhkan kapas ke dahi, pipi, dan dagu
• t

Refleks kornea
• Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan
• Stimulasi kornea sejak konjungtiva sklera sedikit sensitif.
• Sentuh kornea ringan dengan kapas, observasi gerakan mata, kedipan.
• Ulangi pada sisi yang sebelahnya.
Nyeri dan temperatur
Motorik  jaw jerk refleks

Saraf facial (VII)
- Observasi untuk facial droops dan kesimetrisan
- Minta pasien untuk mengikuti, catat kelemahan dan kesimetrisan:
 Meninggikan alis
 Menutup mata
 Tersenyum
 Menunjukkan gigi
 Menggembungkan pipi
 Mengerutkan wajah

Saraf Vestibulocochlear (Acoustic) (VIII)
Teknik pemeriksaan:
1. Pendengaran
- Tutup telinga sebelahnya. Pasien tidak seharusnya dapat membaca gerakan bibir. Minta pasien untuk mengulang angka yang diucapkan. Jika tidak dapat dilakukan, tingkatkan volumenya.
- Bandingkan antara konduksi udara dan tulang  Rinne test. Tempatkan garpu tala yang bergetar di tulang matoid. Gunakan 512 Hz garpu tala. Tanyakan pasien ketika dia tidak dapat mendengarnya lagi, lalu tempatkan pada telinga yang sebelahnya.
- Test untuk lateralisasi  test Weber. Tempatkan garpu tala yang bergetar pada bagian tengah dahi dan tanyakan pasien dimana mereka mendengarnya.
2. Vestibular Function
- komponen vestibular dari saraf dites dengan mengobservasi nistagmus ketika perpindahan ekstraokular dikaji.
Respon normal:
- Rhinne: konduksi udara (menerima suara garpu tala di depan telinga) lebih besar dari pada konduksi tulang.
- Weber: pasien akan mendengar sama untuk kedua telinga.

Saraf Glossopharingeal (IX) dan Vagus (X)
- Dengarkan suara pasien, apakah serak atau sengau
- Minta pasien untuk menelan
- Minta pasien untuk mengatakan ‘Ah’  lihat perpindahan palatum lunak dan faring.
- Tes gag refleks
Saraf Aksesori (XI)  mensuplai otot trapezius dan sternokleidomastoideus.
- Observasi atrofi dan kesimetrisan otot
- Amati untuk kecepatan dari bahu dan minta pasien untuk mengangkat bahu mereka melawan tahanan.
- Minta pasien mengubah kepalanya berlawanan ke sisi melawan tahanan, lihat dan palpasi otot sternokleidomastoideus.
- Minta pasien fleksi kepala ke depan melawan tahanan, tempatkan tangan yang berlawanan di belakang kepala dengan tegas menyokong leher pasien.
Saraf Hipoglossal (XII)
- Dengarkan artikulasi perkataan pasien
- Observasi pergerakan lidah
- Minta pasien untuk memindahkan lidah dari sisi ke sisi dan menjulurkan lidah.

C. MOTORIK
Observasi adanya pergerakan involunter, kesimetrisan otot (kiri ke kanan, proksimal ke distal), atrofi (lengan, bahu, dan betis), dan cara berjalan.
Tonus otot
- Minta pasien relaks
- Fleksi dan ekstensikan jari tangan, pergelangan tangan dan siku.
- Fleksi dan ekstensikan pergelangan kaki dan lutut.
- Observasi penurunan (flaccid) atau peningkatan (rigid/spatic) tonus.
Kekuatan otot:
- Minta pasien untuk melawan tahanan
- Bandingkan satu sisi dengan yang lainnya
Grading Motor Strength
Grade Description
0/5 No muscle movement
1/5 Visible muscle movement, but no movement at the joint
2/5 Movement at the joint, but not against gravity
3/5 Movement against gravity, but not against added resistance
4/5 Movement against resistance, but less than normal
5/5 Normal strength
Pronator Drift
- Minta pasien untuk berdiri 20-30 detik dengan kedua lengan diluruskan kedepan, telapak tangan, dan mata tertutup.
- Instruksikan pasien untuk menjaga tanggannya tetap saat pemeriksa menekan tangannya ke bawah.
- Pasien tidak akan dapat mempertahankan ekstensi dan supinasi dengan penyakit saraf motorik bagian atas.

D. KOORDINASI
Serebelum adalah bagian dari otak yang mengontrol pergerakan volunter dan koordinasi motorik, mencakup postur. Test koordinasi menyediakan hasil tentang kondisi yang berdampak pada serebelum. Pemeriksa meminta pasien untuk memindahkan jarinya dari hidung ke jari pemeriksa, ke balakang dan selanjutnya dari hidung ke jari, menyentuh ujung. Pasien diminta untuk mengetuk jarinya bersama secara cepat dalam bentuk koordinasi atau memindahkan tangannya satu ke atas, belakang dan seterusnya. Koordinasi di ekstremitas bawah dapat ditest dengan meminta pasien menggosok tumit naik turu perlahan.
Romberg
- Bersiap untuk menangkap pasien jika ia tidak stabil
- Minta pasien berdiri dengan kaki dan mate tertutup 5-10 detik tanpa dukungan.
- Test dikatakan positif jika pasien menjadi tidak stabil (mengindikasikan masalah pada vestibular atau proprioseptif).


E. REFLEKS
Refleks tendon dalam
- Pasien haus relaks dan diposisikan sebelum dimulai.
- Respon refleks bergantung pada tenaga dari stimulus yang diberikan. Gunakan tidak lebih dari tenaga yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon.
- Refleks dapat dikuatkan dengan meminta pasien menunjukkan kontraksi isometi dari otot yang lain. (merapatkan gigi).
Tendon Reflex Grading Scale
Grade Description
0 Absent
1+ or + Hypoactive
2+ or ++ "Normal"
3+ or +++ Hyperactive without clonus
4+ or ++++ Hyperactive with clonus
• Biceps (C5, C6)
1. Lengan pasien seharusnya difleksikan
2. Tempatkan jempol atau jari pemeriksa ke tendon bisep.
3. Lakukan refleks hammer pada jari.
• Triceps (C6, C7)
1. Dukung lengan atas dan biarkan lengan bawah pasien menjuntai.
2. Lakukan refleks hamer diatas siku.
3. Jika pasien duudk atau berbaring, feksikan lengannya pada siku dan pegang mendekati dada.
• Brachioradialis (C5, C6)
1. Letakkan lengan di pangkuan
2. Lakukan refleks pada 1-2 inchi diatas pergelangan tangan
3. Lihat fleksi dan supinasi telapak tangan.
• Abdominal (T8, T9, T10, T11, T12)
1. Gunakan objek tumpul seperti kunci
2. Serang abdomen lembut pada setiap sisi kedalam dan ke arah bawah atas (T8, T9, T10) dan bawah umbilikus (T10, T11, T12).
3. Catat kontraksi otot abdomen dan deviasi umbilikus terhadap stimulus.
• Knee (L2, L3, L4)
1. Tempatkan pasien duduk dengan kaki menjuntai
2. Serang tendon patelanya dibawah patela.
3. Catat kontraksi dari quadrisep dan ekstensi lutut.
• Ankle (S1, S2)
1. Dorsofleksi kaki
2. Serang tendon achiles
3. Lihat dan rasakan plantar flesi dari pergelangan kaki.
Refleks biseps Refleks triseps Refleks brakioradialis

Refleks abdominal Refleks lutut Refleks pergelangan kaki

Clonus
Jika refleks terlihat hiperaktif, lakukan tes pergelangan kaki klonus: ++
- Sokong lutut dalam posisi fleksi sebagian
- Dengan pasien yang rileks, sesara cepat dorsifleksi kaki
- Observasi ritme oscilations
Respon plantar (Babinski)
1. Lakukan sedikit goresan dengan bagian ujung palu refleksmulai dai tumit keatas sampai ibu jari
2. Catat pergerakan jari kaki, normalnya fleksi

F. SENSORI
Vibrasi
Gunakan garputala (128 Hz)
- Pertama tes dengan garpu tala yang tidak bergetar untuk memastikan bahwa pasien berespon terhadap stimulus yang tepat.
- Tempatkan batang garpitala pada sendi interphalangeal distal di jari pasien dan jarikakinya.
- Minta pasien mengungkapkan apa yang dirasakan
Subjective Light Touch
• Gunakan jari untuk menyentuh kulit secara ringan pada kedua sisi serentak
• Tes beberapa are pada ekstremitas atas dan bawah.
• Minta pasien untuk menceritakan jika ada perbedaan antar sisi  sensasi kekuatan.
Position Sense
1. Pegang kaki besar pasien terus menjauh dari jari kaki lain untuk menghindari gesekan. + +
2. Minta pasien "naik" dan "turun”
3. Dengan mata pasien tertutup meminta pasien untuk mengidentifikasi arah Anda memindahkan jari kaki.
4. Jika rasa posisi terganggu pindah posisi proksimal untuk menguji sendi pergelangan kaki.++
5. Uji jari dengan cara yang sama.
6. Jika diindikasikan pindah proksimal ke sendi metakarpofalangealis, pergelangan tangan, dan siku. + +

Kamis, 11 November 2010

PENYAKIT HEMOLITIK BAYI BARU LAHIR

Hiperbilirubinemia pada 24 jam pertama kehidupan sering disebabkan oleh penyakit hemolitik bayi baru lahir.
1. Inkompatibilitas darah
Membran sel darah manusia mengandung antigen  aglutinogen (suatu substansi yang mampu memproduksi respon imun bila ada benda asing).
Hubungan timbal balik SDM – antibodi (dlm plasma)  aglutinasi (penggumpalan).
Sistem golongan darah ABO antibodi muncul secara natural.
Sistem golongan darah Rh  individu harus terpajan dahulu dengan antigen Rh sebelum terjadi pembentukan antibodi secara bermakna dan menyebabkan respon sensitivitas (isoimunisasi).
a. Inkompatibilitas Rh (isoimunisasi)
Rh positif  ada antigen
Rh negatif  tidak ada antigen
Tidak masalah bila: Rh ibu dan fetus sama atau bila Rh ibu positif dan bayinya negatif.
Jadi masalah bila: Rh ibu negatif dan Rh bayi positif.
Meskipun sirkulasi darah maternal terpisah, SDM fetal (dengan antigen asing terhadap ibu) terkadang dapat mencapai sirkulasi maternal melalui retakan kecil pada pembuluh darah plasenta. Mekanisme pertahanan natural ibu berespon terhadap sel asing dengan memproduksi antibodi anti RH.
Keadaan normal: proses imunisasi ini tidak berefek pada fetus selama kehamilan pertama dengan fetus Rh positif kerena sensitisasi inisial terhadap antigen Rh jarang terjadi sebelum onset persalinan.
Akan tetapi tingginya risiko darah fetal pindah ke sirkulasi maternal selama pemisahan plasenta, produksi antibodi maternal menjadi terangsang.
Kehamilan berikutnya jika fetus Rh positif, antibodi maternal yang sudah terbentuk tadi memasuki sirkulasi fetal. Toksemia maternal, pengambilan plasenta manual, dan kelahiran melalui sesar meningkatkan insidensi perdarahan transplasenta dan selanjutnya isoimunisasi.

i. Inkompatibiliti Rh golongan darah ibu Rh negatif dan golongan darah fetus Rh positif.




ii. Jika darah fetus melewati aliran darah maternal, tubuh ibu akan memproduksi antibodi.

iii. Antibodi ini dapat kembali ke plasenta dan membahayakan sel darah merah janin, menyebabkan anemia pada fetus dari tingkan ringan sampai serius.

http://www.memorialhermann.org/adam/surgery%20and%20procedures/13/100217.aspx

Keadaan yang terjadi tersebut dimulai inutero, maka fetus berusaha mengkompensasi adanya hemolisis progresif dengan mempercepat eritropoesis. Akibatnya muncul SDM imatur (eritoblas) dalam sirkulasi fetal eritoblastosis fetalis.
Eritoblastosis fetalis berat: hemolisis progresif menyebabkan hipoksia fetal, gagl jantung, edema umum (anasarka), dan efusi ke rongga perikardial, pleura, dan peritoneal.

b. Inkompatibilitas ABO
 Jika golongan darah mayor fetus berbeda dengan ibunya. Golongan darah mayor: A,B, AB, dan O.
 Antibodi dalam plasma salah satu golongan darah (kecuali AB) akan menyebabkan aglutinasi bila bercampur dengan antigen dari golongan darah lain.
 Antibodi dalam darah resipien (fetus) dapat menyebabkan aglutinasi SDM donor (maternal). Sel donor yang teraglutinasi akan terperangkap di pembuluh darah perifer, ketika sel tersebut mengalami hemolisis, akan melepaskan sejumlah besar bilirubin ke dalam sirkulasi.
 Inkompatibilitas darah paling umum adalah ibu golongan darah O dan bayi golongan darah A atau B. Antibodi anti A atau anti B yang ada dalam sirkulasi maternal melintasi plasenta dan menyerang SDM fetal serta menyebabkan hemolisis.
 Biasanya reaksi hemolisis lebih ringan dari pada inkompatibilitas Rh.
 Inkompatibilitas ABO dapat terjadi pada kehamilan pertama.
 Potensial inkompatibilitas ABO maternal- fetal
Golongan darah maternal - fetal Inkompatibilitas goongan darah
O A atau B
B A atau AB
A B atau AB



Manifestasi klinis:
- Jaundice. Ikterus sering terjadi dengan tingkat hemolisis yang signifikan. Serangan biasanya terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Jaundis berkembang lebih cepat di periode awal neonatus daripada jaundice fisiologis non hemolitik.
- Anemia sebagai kompensasi oleh retikolositosis dalam merespon proses hemolisis. Eritrosit mempertahankan selama rentang fisiologi yang normal untuk asimtomatik infan pada usia gestasi yang sama. Tanda tambahan: hepatosplenomegali atau hydrops fetalis. Anemia fisiologi yang parah dapat terjadi pada usia 8-12 minggu.

Evaluasi diagnostik
Diagnosis isoimunisasi dapat dilakukan di awal kehamilan dengan pengambilan sampel vili koriales untuk menentukan golongan darah fetal. Kerugiannya meliputi aborsi spontan awal dan risiko perdarahan fetomaternal dan isoimunisasi. Metode diagnostit lain yaitu amniosintesis menggunakan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) untuk menentukan golongan darah fetal. Bila ditemukan golongan darah fetal Rh negatif, tidak memerlukan penanganan lanjut. Ultrasonografi dipertimbangkan sebagai adjuvan penting dalam deteksi isoimunisasi; gangguan plasenta, tali pusat, dan volume cairan amnion, maupun adanya hidrops fetalis. Eritoblastosis fetalis yang disebabkan oleh inkompatibilitas Rh dapat dikaji dengan mengevaluasi peningkatan titer antibodi anti-Rh pada sirkulasi maternal (uji Coombs indirek) atau dengan menguji densitas optik cairan amnion karena bilirubin mengubah warna cairan.

Penatalaksanaan terapeutik
1. Pencegahan Isoimunisasi Rh
Pemberian Rhoimmune globulin (RhIG) konsentrasi human gamma globulin anti D kepada semua ibu Rh negatif yang tidak tersensitisasi setelah persalinan atau aborsi bayi atau fetus Rh positif akan mencegah perkembangan sensitisasi maternal terhadap faktor Rh. Antibodi anti Rh yang diinjeksikan diperkirakan menghancurkan (fagositosis dan aglutinasi) SDM fetal yang memasuki sirkulasi darah maternal sebelum mereka dikenali oleh sistem imun ibu. Karena respon imun dihambat, maka antibodi anti D dan sel memori ( yang menghasilkan respon imun primer dan sekunder) tidak akan terbentuk.
Agar efektif, RhIG harus diberikan kepada ibu yang tidak tersensitisasi dalam 72 jam setelah kelahiran pertama atau aborsi dan diulang setelah yang berikutnya. Pemberian RhIG pada 26-28 minggu usia gestasi selanjtnya menurunkan risiko imunisasi Rh. RhIG tidak efektif terhadap antibodi Rh positif pada maternal. RhIG diberikan secara intramuskular dan hanya kepada wanita Rh negatif dengan uji Combs negatif.
2. Transfusi Intrauterin
Terdiri dari infus darah ke vena umbilikalis fetus. Dengan ultrasonografi, transfusi fetal dapat dilakukan langsung melalui vena umbilikalis, dengan menginfuskan SDM packed Rh O negatif untuk menaikkan hematokrit fetal sampai 40 %. Risiko gerakan dan transfusi fetal diminimalkan dengan pemberian vekuronium bromida untuk paralisasi fetal temporer. Frekuensi transfusi intrauterin dapat bervariasi tergantung pada institusi namun bisa sesering 2 minggu sekali sampai fetus mencapai maturasi paru pada usia gestasi sekitar 37-38 minggu.
3. Transfusi Tukar.
Ketika darah bayi diambil dalam jumlah kecil (biasanya 5-10 ml) dan diganti dengan darah kompatibel (seperti darah Rh negatif) merupakan cara standar terapi untuk penanganan terpilih hiperbilirubinemia berat dan hidrops fetalis yang diakibatkan oleh inkompatibilitas Rh. Transfusi tukar mengambil eritrosit yang tersensitisasi menurunkan kadar bilirubin serum untuk mencegah ensefalopati bilirubin, memperbaiki anemia, dan mencegah gagal jantung. Indikasi transfusi tukar pada bayi cukup bulan meliputi uji Coombs direk positif. Bayi yang lahir dengan hidrops fetalis atau tanda gagal jantung merupakan kandidat transfusi tukar segera dengan darah lengkap segar. Waspada tanda transfusi tukar meliputi takikardi dan bradikardi, gawat pernapasan, perubahan dramatis tekanan darah, instabilitas suhu, ruam.

PROGRAM PEMERINTAH DKI JAKARTA DAN PEMDA DEPOK TERKAIT KESEHATAN LANSIA

Lansia merupakan salah satu kelompok masyarakat yang istimewa. Kelompok ini membutuhkan pelayanan yang khusus dan lebih dibanding dewasa lain baik pelayanan kesehatan maupun fasilitas umum yang digunakannya. Lansia akan mendapatkan fasilitas dan pelayanan khusus dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka. Di rumah sakit misalnya diperlukan fasilitas khusus, antara lain berupa kursi roda, lift khusus, toilet, jalan (akses) bagi Lansia yang bertongkat, tangga, dan jenis fasilitas lain. Selain itu, juga terdapat pelayanan khusus berupa pelayanan geriatri.
1. Posyandu atau Posbindu lansia
Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan balita saja, tapi posyandu untuk lansia pun ada. Tujuannya tidak jauh beda dengan posyandu biasanya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan para lansia. Kegiatannya pun tidak jauh beda yaitu untuk pemeriksaan kesehatan rutin berupa pemeriksaan tekanan darah, status gizi, dan lain-lain. Dibeberapa tempat mungkin tidak menggunakan istilah posyandu tapi posbindu (Pos Pembinaan Terpadu), namun kegiatannya pun tak jauh berbeda.
Contohnya saja program posyandu yang dilakukan di daerah Jakarta Barat. Saat ini, di Jakarta Barat baru memiliki 16 posyandu lansia, dan diharapkan pada 2011 mendatang target pembangunan kembali 202 posyandu lansia di 578 RW di Jakarta Barat bisa direalisasikan. Kebutuhan posyandu bagi lansia saat ini sama pentingnya dengan posyandu bagi balita, karena lansia juga membutuhkan perhatian khusus untuk membuat mereka terhindar dari perasaan tertekan menghadapi sisa hidup. Dalam usia tersebut, mereka rentan terhadap serangan penyakit sehingga dibutuhkan perawatan yang bersifat kontinyu. Sasaran pelayanan posyandu lansia diutamakan bagi mereka yang kurang mampu di pemukiman-pemukiman padat.

2. Pelayanan Askes (kerjasama PT Askes dengan Pemda DKI Jakarta)
Menurunnya berbagai fungsi organ tubuh dan kondisi psikososial yang kurang mendukung akibat banyak kehilangan (pekerjaan, penghasilan, pasangan hidup, kawan) membuat lansia semakin rentan terhadap gangguan fisik dan psikologis. Berbagai penyakit degeneratif terkadang menyertai lansia dan itu pun memerlukan perawatan yang panjang bahkan seumur hidup. Melihat kondisi ini, Askes Center di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta membuka loket tersendiri untuk melayani peserta lansia ini. Para lansia dapat mengurus administrasi pengobatan di tempat yang sama, di mana mereka akan menjalani proses pengobatan. Menurut Mario, petugas Askes Center, Askes Center di RSCM Jakarta membuka stand khusus di Poliklinik Geriatri untuk mempermudah para peserta lansia dalam menjalani pengobatan. Selain pembukaan stand, Askes juga mengadakan senam sehat untuk para lansia. Peserta Askes yang berusia lanjut di RSCM dikumpulkan untuk
melakukan senam sehat. Sebab sehat jasmani dan rohani mendorong usia lanjut berkarya.
Beberapa peserta Askes Sosial ini mengaku bahwa sejak dua tahun lalu rutin memeriksakan kesehatannya ke Poliklinik Geriatri RSCM. Selama itu pula, dia tidak perlu bolak-balik untuk mengurus administratif pengobatan dan proses pengobatan. Hal senada juga dikatakan Fatimah
(62 tahun). Fatimah harus tetap rajin berkunjung ke Poliklinik Geriatri RSCM, dan mengikuti sejumlah prosedur pengobatan yang cukup banyak, seperti berjalan, pengukuran tinggi badan, mengukur tekanan darah, dan sebagainya. Adanya stand khusus ini memberi kemudahan bagi
dirinya dan peserta Askes lainnya.
Menurut Dokter Paskalis Gunawan, S.Ked, untuk meningkatkan kualitas lansia dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan periodik. Dalam pertemuan banyak dibicarakan hal yang terkait langsung dengan keberadaan lansia, seperti aspek kesehatan, psikologis dan sosialnya. Topik-topik kesehatan yang dekat dengan mereka, seperti osteroporosis dan pikun, dapat diinformasikan
dalam pertemuan itu. Sebaiknya para Lansia memiliki kegiatan kelompok agar kontak sosial terus berlangsung. Tujuannya, agar Lansia memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar dan saling bercanda. Kontak sosial ini mendatangkan perasaan bahagia dan senang.

3. Pelayanan Sosial dari Depsos untuk Lansia
Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan Depsos meliputi tiga sistem (Depsos, 2008):
a. Pelayanan sosial dalam panti (institutional-based services):
• Pelayanan sosial reguler dalam Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) di 243 panti untuk memenuhi kebutuhan hidup 11.416 lansia secara layak.
• Pelayanan harian (daycare services). Pelayanan sosial yang disediakan bagi lanjut usia yang bersifat sementara, dilaksanakan pada siang hari pada waktu tertentu.
• Pelayanan subsidi silang.
b. Pelayanan sosial luar panti (community-based services):
• Home Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia yang tidak potensial yang berada di lingkungan keluarganya. Misalnya, pemberian bantuan pangan, bantuan kebersihan, perawatan kesehatan, pendampingan, reksreasi, konseling dan rujukan. Pada tahun 2008 tercatat 5.812 lanjut usia yang menerima pelayanan ini di 33 provinsi.
• Foster Care. Pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar melalui keluarga orang lain.
• Jaminan sosial yang berupa tunjangan uang sebesar Rp. 300.000 per orang per bulan. Pelayanan ini telah dilakukan sejak tahun 2006 di 6 provinsi terhadap 2.500 lanjut usia. Pada tahun 2007 diterapkan di 10 provinsi terhadap 3.500 lanjut usia. Pada tahun 2008, lanjut usia yang menerima pelayanan ini menjadi 10.000 orang yang tersebar di 15 provinsi.
• Pemberdayaan lanjut usia potensial melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Di 33 provinsi, UEP menjangkau 14.218 orang dan KUBE menjangkau 6.320 orang.
• Pelayanan sosial masyarakat yang dilakukan melalui Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) dan Karang Lansia. Misalnya, di DKI Jakarta terdapat 115 PUSAKA dan 53 Karang Lansia yang melayani 5.615 orang.
c. Pelayanan terobosan (uji coba):
• Uji coba pelayanan harian lanjut usia di 5 lokasi, yaitu di PSTW Budhi Dharma Bekasi, Karang Wredha Yudistira Sidoarjo, PSTW Puspa Karma Mataram, Medan dan Kupang.
• Uji coba Trauma Center Lanjut Usia di 5 lokasi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, NTB, dan Makassar.
• Uji coba Home Care di 6 lokasi, yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nanggro Aceh Darussalam, dan Kalimantan Selatan.
• Pelayanan dukungan di bidang kesehatan (seperti Puskesmas Santun Lansia dan Pengobatan Gratis/Kartu Gakin/JKM), ketenagakerjaan (penyiapan Pra Lansia memasuki lanjut usia), dan transportasi (reduksi tiket bagi lanjut usia).

4. Memperingati Hari Lansia Indonesia sebagai wujud kepedulian dan penghargaan terhadap para lanjut usia.
Peringatan Hari Lansia diperingati setiap tanggal 29 Mei sebagai wujud kepedulian dan penghargaan terhadap para lanjut usia. Tahun 2010 merupakan peringatan Hari Lansia yang ke XIV. Dalam sambutannya, Walikota Depok berpesan agar semua anggota masyarakat dapat terus menghidupkan semangat dengan menjaga kesehatan kehidupan para lansia, sehingga lebih produktif. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, Lansia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Sebagai wujud dari penghargaan terhadap orang lanjut usia, pemerintah membentuk Komisi Nasional Perlindungan Penduduk Lanjut Usia (Komnas Lansia), dan merancang Rencana Aksi Nasional Lanjut Usia di bawah koordinasi kantor Menko Kesra. Komnas Lansia dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 52 tahun 2004 dan bertugas sebagai koordinator usaha peningkatan kesejahteraan sosial orang lanjut usia di Indonesia. Peringatan tersebut diawali dengan kegiatan senam bersama, dilanjutkan dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol dan osteoporosis, serta berbagai perlombaan dan bazar.

Selasa, 09 November 2010

kembali berencana untuk datang...

senin, 8 November 2010.
kampus mulai sibuk, kabar muncul bahwa  Mr. Obama akan datang ke kampus perjuangan ini. Kata teman-teman sih muali hari itu penjagaan udah mulai ketat, banyak paspampres dari kopasus berusaha mengamankan atau dengan istilah 'sterilisasi'. hahaha kayak apaan aj di sterilisasi, kalau kata status temenku di fb, 'emang mahasiswa kuman pake disterilisasi segala'.
selasa, 9 November 2010.
katanya sih beliau akan tiba petang ini di Indonesia dan akan mengunjungi kampus ini pada hari Rabunya..
Entahlah apa visi dan misi ia datang kesini yang pasti saya selalu berharap semoga semuanya membawa manfaat.
amin.
tetap berpikir positif dan baik. Karena hal baik akan dimulai dari pemikiran yang baik.

Jumat, 05 November 2010

ehmmmm

bismillahirrahmanirrahim
assalammualaikum..

ehmmm today I face the first moment that I never have it.
ehmmm although I can't get what I want but I learn manythings through this event..
live is a learning process
we learn how to loose
we learn how to be success
we learn how to be wice
we learn anything...
everyday today will be better than yesterday
and tomorrow will be better than today..

keep fighting..

Selasa, 02 November 2010

HIV - AIDS (medical surgical nursing)

HIV or Human Immunodeficiency Virus is one of the virus name that infects immune cell especially CD4. This virus will be entry the cell, the viral DNA will be integrated into host cell DNA and duplicated during normal process of cell division.
Virum may remain latent or become activated or produce nw RNA and to forms virions.

wish me luck

assalammualaikum..
H-3..
oh my God, that moment nearer than I guess, time felt faster..
hopely I can do the best in that moment.
Amin..
pray for my winning..

Senin, 01 November 2010

everything is gonna be alright

everything start from yourself
when you want someone respect you, respect them
when you want someone love you, love them
when you want something gonna be alright, think possitive about it