Entri Populer

Minggu, 27 Februari 2011

Rumitnya Ranting Politik

Ranah politik memang tidak pernah luput dari kehidupan manusia. Sejak masa kanak-kanak, kita sudah dikenalkan dengan perilaku politik untuk memenuhi keinginan. Masih ingatkah anda saat masih kecil terus saja menangis karena ingin dibelikan baju atau mainan, atau lihat saja anak anda sekarang, bagaimana ia menjalankan strategi cerdik dan liciknya agar anda mau menuruti permintaannya. Tak segan-segan ia membantu anda mencuci atau bahkan berpura-pura duitnya hilang untuk mendapat tambahan uang jajan dari orang tuanya. Kecerdikannya pun akan berkembang seiring pengalamannya. Dari sinilah bisa kita lihat bahwa sangatlah wajar bila politik itu berkembang seiring perkembangan usia karena politik merupakan salah satu upaya mempertahankan existensinya di dunia yang dipenuhi dengan persaingan.
Politik tidak hanya menjadi kata yang berdiri tunggal, tapi bisa menemani kondisi lainnya seperti ekonomi politik, hukum politik, politik hukum, dan lain-lain. Luasnya cakupan istilah politik ini menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk politik itu benar-benar memerlukan pengakuannya di segala bidang kehidupan. Kehidupan ekonomi, hukum, dan politik di Indonesia itu telah tumbuh subur bagaikan pohon dengan ribuan rantingnya, akan tetapi tak semuanya berhasil membuat kenyamanan bagi rakyat yang ada dibawah pohon tersebut. Bahkan makin membuat kerisauan penduduknya. Misalnya saja pada beberapa kasus perbankan yang melibatkan petinggi-petinggi bank itu atau mungkin ada wakil dari penduduk di gedung hijau atau gedung putih yang terlibat. Entahlah, masyarakat pun kurang paham tentang kelanjutan ceritanya atau mungkin memang (sengaja) tidak dilanjutkan. Ketika masyarakat mulai fokus menatap ranting hukum yang indah itu, para politikus dengan langkah seribu menjalin ranting lain yang apik. Para petinggi politik itu terus merancang strategi untuk menjalin ranting-ranting agar terlihat lebih rumit oleh rakyat, sehingga masyarakat pun mencapai titik kejenuhan untuk menatapnya. Akan lebih mengkhawatirkan lagi, jika aparatur pengaman negaranya ikut-ikutan bosan menelusurinya atau malah ikut melompat-lompat di ranting itu.
Anggota pemerintahan pun dibuat kocar-kacir menuruti rekan politiknya. Mungkin saja dilema bisa melanda mereka yang terlibat dalam perhelatan yang serba rumit, harus pilih menjadi rekan A yang bisa menyelamatkan secara ‘sementara’ posisinya atau memilih rekan B yang bisa langsung membuatnya menginap di hotel istimewa. Patgulipat politik tidak akan usai karena sesamanya saling menutupi kebenaran dan juga membuka kesalahan. Semuanya berharap dirinya tetap aman dan nyaman dalam ranah politik. Akan tetapi kita tidak dapat sepenuhnya menyudutkan seluruh anggota pemerintah karena ada juga para wakil yang bisa diandalkan untuk membela nasib rakyat, meskipun belum signifikan dirasakan.
Namun perilaku politik tak selamanya membuat manusia menjadi benar-benar tercela dengan perbutannya. Penjahat politik pun bisa berbuat baik yaitu dengan mengungkapkan kasus yang sebenarnya terjadi, meskipun harus melibatkan rekan berpolitiknya dalam masalah tersebut. Dalam situasi ini, teman bisa berubah menjadi lawan dan lawan bisa berubah menjadi kawan. Siapa yang bisa seratus persen percaya terhadap perkataan karena sesungguhnya manusia adalah makhluk politik yang cerdas dan licik. Yah yang pasti sebagai rakyat hanya bisa berharap kalau pemerintah dan para stafnya bisa menjalankan politik lebih arif dan bijaksana. Biarkan ilmu politik berkembang tanpa akhir tapi jangan biarkan konflik politik menjadi berkepanjangan tanpa akhir. Dimana konflik ini semata-mata hanya untuk menunjukkan eksistensi beberapa kelompok dan secara langsung ataupun tidak langsung dapat merisaukan rakyat.